PERTAMA KALI TRAVELING BARENG BULE
Me-Toni-Gemma-Simon |
Tahun 2009 adalah salah satu tahun favorit dalam sejarah karirku. Kenapa? karena tahun itu banyak hal menakjubkan terjadi. Di tahun itu saya berhasil lulus
dari perguruan tinggi dan mendapatkan gelar S.S (sarjana sableng) eh
bukan bukan maksudnya sarjana sastra hehehe piss...
Lalu disela-sela kesibukan
mengurus syarat wisuda ditengah padatnya acara jalan-jalan summer camp saya
mendapatkan tawaran menarik. Tawaran untuk memandu beberapa orang turis
melancong di area Jateng-DIY dan Bali selama satu bulan penuh. Menerima tawaran
itu hari-hariku penuh warna. Banyak momen tak terlupakan dan berharga.
Itu adalah kali pertama saya melakukan segalanya sendirian,
menjadi pemandu sekaligus penjaga mereka mulai dari rute perjalanan dan
transportasi yang digunakan, keputusan yang harus diambil di saat mendesak,
uang makan, hotel, dan banyak hal lain. Hal itu sedikit banyak mendewasakan
saya, melambungkan mimpi serta bakat terpendam saya untuk mengorganisir orang
lain dan membuat mereka merasa nyaman hihihi...
Briefing sehari sebelum keberangkatan yang hanya berlangsung
selama beberapa jam itu belum merasuk ke otak. Malamnya mataku nyalang karena
adrenalin yang mengalir deras menyambut esok hari.
Kata orang grup pertama adalah yang terbaik, saya setuju dengan
istilah ini walaupun mungkin nggak selalu tapi nyatanya pengalaman saya cocok
dengan istilah ini. Grup pertama saya ada tiga orang, satu orang lelaki dan dua
orang perempuan, ada Simon Markland dan Gemma Banham (sekarang mereka menjadi Mr
& Mrs Markland) yang nota bene adalah sepasang kekasih dari Oxford dan Toni
Gutteridge dari Nottingham.
Kebetulan ketiganya adalah warga Negara Britania Raya.
Ada cerita lucu tentang pertemuan pertama
saya dengan Toni, ketika saya datang menjemput dia di Bandara A.Yani Semarang.
Berbekal tulisan dengan nama Toni Gutteridge saya menunggu di pintu kedatangan,
tengok kanan kiri mencari-cari sosok yang harus saya jemput karena kebetulan
saat itu saya sudah diberi tahu bahwa yang akan saya jemput pertama kali adalah
laki-laki. Saya menunggu dengan sabar sampai pintu kedatangan sepi, namun tak
ada satupun yang datang menghampiri saya.
Namun tiba-tiba dari sudut mata saya melihat
ada yang datang, seorang perempuan berjalan mantap ke arah saya sambil
tersenyum seraya mendorong troli.
Dia bilang "Hi.."
Saya jawab "Hi.." sambil tersenyum dan bertanya " Are you Toni
the participant of Bangun Warastra Dejavato?" dengan penasaran. "Yes,
I'm Toni and you?" jawabnya lalu saya pun menimpali "I'm Dani but are
you sure you are Toni Gutteridge?" cecar saya karena saya masih belum
percaya bahwa tamu yang harus saya jemput berubah kelamin hahhaha... "Yes,
of course, any problem?" tanya Toni penasaran "Well i just a bit
shock because Dejavato said that you are a guy" jawab saya sambil tertawa
dan akhirnya Toni pun ikut tertawa mendengar penjelasan saya "Well yes
Tony with "y" is for guy and Toni with "i" for girl like
me" jawabnya. Saya masih geli sampai sekarang kalau mengingat kejadian
itu.
Tak hanya disitu, seminggu
pertama saya harus "menjamu" tiga orang Inggris ini di negeri saya
tercinta, mulai dari tetek bengek bangun tidur (sarapan), menjelaskan pengetahuan
umum tentang kebiasaan penduduk lokal, budaya yang meliputi makanan dan juga
pakaian tradisional (ada sesi nyobain kebaya dan sanggul plus acara masak-masak
dan barbekyuan juga loh) :D.
Termasuk ngajakin ke pasar padahal ketika training sehari di kantor Dejavato tidak
ada tutorial tentang semua itu, intinya i have to make it by myself alias
usaha sendiri. Tau sendiri kan hebohnya penduduk lokal kalau lihat bule plus
keruwetan shock culture yang diderita para bule :)
dan itu membangkitkan euforia tersendiri buat saya.
Selama seminggu kami tinggal di rumah
Pakdhe Mul, salah satu local partner kegiatan Bangun Warastra. Rumahnya asri,nyaman
lengkap dengan halaman luas dan kolam renang yang dibuka untuk umum.
Kami juga berkunjung ke SLB yang
letaknya hanya 100m dari homestay, berbagi keceriaan bersama
adek-adek yang luar biasa. Ikut kegiatan mewarnai, menyanyi, dan bagi-bagi
coklat. Hari-hari yang menyenangkan. Oiya kami juga pergi memancing dan malamnya
kami mengadakan pesta barbeque dari hasil memancing sekaligus berramah tamah
dengan keluarga Pakde Mul. Selain ikan, kami juga membakar jagung dan
marshmallow, daaan Pakdhe Mul juga menyiapkan hidangan istimewa khas ungaran
yaitu Tahu Bakso dan Gethuk Kethek yang ternyata sangat digemari olah ketiga
tamu asing itu terutama gethuknya :D.
Meninggalkan Ungaran, kami menuju Dataran
Tinggi Dieng via Wonosobo dengan transportasi umum yang belum pernah kami alami
sebelumnya. Deg-degan? Pastinya, tapi juga sangat antusias karena segala
sesuatu pasti selalu ada yang pertama, begitu pula dengan perjalanan ini. Dari Wonosobo kami harus berganti bis, turun di pertigaan dan tas kami dilempar turun dengan cepat. Bikin para peserta melongo :D.
Ini belum seberapa dibandingkan bis kecil
yang harus kami naiki menuju Dieng. Sebelum naik semua barang dinaikan di atas
bis dan masuk ke bis yang penuh sesak membuat peserta makin panik. Mereka
sempat bertanya pada saya apakah tasnya aman diatas bus? apa tidak akan jatuh?
apakah semua bus di Indonesia sudah tua seperti ini? Saya menjawab pertanyaan
mereka dengan sabar dan diselingi senyum dan tawa..padahal dalam hati saya juga
deg-degan.
Maklum medan yang harus ditempuh menuju
Dieng kan terjal, hujan bisa turun setiap saat dan saya tau apa yang mereka
rasakan hihihi… Dan saya harus berdiri selama perjalanan, tapi saya tetap harus
pasang tampang cool... try to pretend everything is gonna be okay :D
Hari pertama kami lalui dengan bersantai
di kamar dan sedikit berkunjung ke beberapa tempat di sekitar Candi Arjuna,
mengambil foto dan mencuri bunga (kalau ini sih kerjaan saya) ini sebutan
mereka untuk saya Dani Gila Gali karena kegilaan yang saya lakukan mampu
membuat mereka tertawa dan tercengang.
Malamnya kami habiskan dengan main
bingo, uno, tebak lagu dan ngobrol ngalor ngidul sambil
memesan makanan serta kudapan untuk makan malam, tak ketinggalan bir bintang
untuk mereka yang sudah jadi favorit. Pokoknya perjalanan saya kali ini penuh
dengan bir walaupun saya tak pernah minum barang setetes.
Malam itu kami tidur agak cepat
maklum jam 2 dini hari besoknya kami harus bersiap untuk perjalanan Sunrise
Tour ke Puncak Sikunir. Kami berangkat pukul 02.00 dini hari dilengkapi dengan
jaket tebal dan syal melingkari leher, menyusuri jalanan desa yang sepi bersama
seorang pemandu, Mas Dwi. Udara yang dingin menggigit membuat nafas kami yang
memburu di jalanan yang kian menanjak menguap.
Toni mulai terengah-engah dan berhenti
sesekali kemudian dia mengeluh bahwa dadanya sesak dan mulai mengeluarkan obat
semprotnya. Saya kaget bukan main, ternyata Toni mengidap asma untung tidak
terjadi sesuatu yang fatal selama perjalanan. Saya takut membayangkan sesuatu
yang buruk terjadi untungnya tidak. Ditengah perjalanan kami bertemu anjing
yang mengikuti kami hingga akhir perjalanan yang kami panggil Bob.
Meskipun udara mengginggit tak urung kami
mulai berkeringat karena medan yang cukup menantang, kami tiba di Desa
Sembungan -Desa tertinggi di Pulau Jawa- sebelum adzan subuh berkumandang dan
mulai mendaki bukit Sikunir.
Jalanan sunyi, sesekali terdengar
suara katak dan pekik jangkrik di kejauhan menambah syahdu suasana. Kami harus
berhati-hati karena jalur yang kami daki selain terjal dan curam juga licin,
maklum tangganya terbuat dari tanah jadi begitu hujan turun jalanan menjadi
licin. Kami saling membantu mengulurkan tangan bagi yang kesulitan, dan medan
yang terjal terbayar dengan pemandangan indah yang terhampar luas di depan
kami.
Kami bisa melihat Gunung Sindoro, Sumbing dan Perahu dari sana ketika
Fajar merekah untuk pertama kali. Memancarkan sinar keemasan cantik dan
menenangkan hati, begitu besar kuasa Tuhan menciptakan pemandangan yang begitu
menakjubkan.
Tahun 2009 merupakan tahun pertama warga Dieng
memperkenalkan Sunrise Tour bagi para pengunjung yang ingin menikmati
pemandangan indah dari puncak Sikunir. Berbeda dengan beberapa tahun belakangan
ini, dulu kita bisa menikmati sunrise dalam keheningan yang memabukkan bukanya
diantara lautan manusia yang berebut selfie :D.
Nah itu tadi pengalaman pertama jadi
pemandu wisata yang sangat membekas hingga kini. Terima kasih mbak Dini dan Mbak Marita yang melemparkan tema yang pertama dan ini adalah cerita saya. Lanjutan cerita destinasi
lainnya menyusul ya.